Pancasila secara yuridis-konstitutional merupakan
ideologi bangsa. Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila menjadi pedoman
masyarakat dalam berperilaku dan bertindak. Sebagai warga negara, kita harus
menjaga kredibilitas pancasila dengan memprkatekkannya ke dalam kehidupan
sehari-hari. Tapi yang menjadi pertanyaan sejauh mana relevansi antara konteks
dan praktek itu berjalan. Sejauh mana nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Pancasila sebagai mencerminkan kepribadian bangsa. Tetapi pada
kenyataannya kehidupan kita justru jauh dan menyimpang dari pancasila, hukum
yang seharusnya berkeadilan ternyata tumpul sebelah, politik yang seharusnya
mensejahterakan justru menggerus uang rakyat. Bukankah para actor hukum dan
politik ini adalah mereka yang mengetahui pancasila. Mereka yang ‘tahu’ pancasila
di luar kepala. Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum, menjadikan
pancasila sebagai pijakan dasar dalam memutuskan sebuah perkara, tapi dalam prakteknya
nilai-nilai pancasila masih di pertanyakan. Habitus kita yang cenderung
‘menghafal’ dari pada ‘memahami’ menjadikan kita lupa akan esensi pancasila. Pemaknaan
Nilai yang terkandung dalam pancasila tidak hanya berhenti pada pemilihan kata
yang digunakan, tapi justru pada tafsirannya yang meluas dan mencangkup semua
aspek kehidupan.
Tidak etis memang jika kita hanya mengkritisi para aktor
politik dan hukum tanpa mengembalikannya pada diri sendiri, tapi yang ingin
saya sampaikan bahwa pada kenyatannya pancasila masih belum menyentuh
aspek-aspek fundamental dari kehidupan pribadi seseorang. Dalam prakteknya
pancasila hanya sampai pada level ‘menghafal’ bukan ‘memahami’. Jika kita
bertanya mengenai pancasila terhadap anak SD, maka dengan sigap dan tanggap
mereka akan menyebutkan 5 butir sila yang terkandung dalam pancasila. Hal ini
tentu mengembirakan, dimana kita akan berasumsi bahwa anak yang masih duduk di
bangku sekolah dasar sudah berjiwa
nasionalis. Tetapi ketika kita meminta mereka untuk mempraktekannya, mereka
menjadi kebingungan. Sikap nasionalis tidak hanya di tunjukkan dengan kita
menghafal 5 butir sila, melainkan bagaimana kita mengimplementasikannya ke dalam
kehidupan sehari-hari.
Terciptanya kondisi sosial yang berkeadilan merupakan
cita-cita mulia yang terkandung dalam pancasila, tapi nyatanya praktek
diskriminasi itu masih ada. Pancasila yang merupakan cerminan kehidupan bangsa,
tak ubahnya menjadi kumpulan kata yang agung dengan ‘kata’ itu sendiri., tetapi
lemah dalam praktek nya. Sosialisasi nilai pancasila tidak hanya berhenti pada
proses menghafal melainkan juga memahami. Jika sesorang memahami dengan benar
terhadap nilai-nilai pancasila, maka dia akan berperilaku sesuai pedoman
pancasila.
Kredibilitas sebuah ideologi bangsa tergantung pada
masyarakatnya. Bagaimana masyarakat memaknai pancasila bukan hanya sekedar
ideologi hebat karya pejuang bangsa, melainkan sebagai pedoman dalam bertindak
dan berperilaku. Praktek pancasila tidak hanya ditunjukkan dengan sesuatu yang
sifatnya nasional, melainkan dimulai dari aspek terkecil dari kehidupan pribadi
seseorang. Implementasi nilai pancasila dijadikan sebagai tolak ukur bagaimana
seseorang memaknainya.